(Naskah ini pernah dimuat pada Jurnal Akuntansi, Manajemen dan Ekonomi, Vol. 2 No. 1 2000 yang diterbitkan oleh Program Magister Manajemen Universitas Jenderal Soedirman)
Penelitian
ini menguji kegunaan rasio keuangan dalam memprediksi perubahan laba di masa
yang akan datang. Pengujian
dilakukan dengan menggunakan sampel random sebanyak 54 perusahaan manufaktur
yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Dengan
menggunakan metode pemilihan variabel stepwise regression dianalisis
sejumlah 49 rasio keuangan untuk diketahui hubungan liniernya dengan perubahan
laba satu tahun, dua tahun, dan tiga tahun yang akan datang.
Hasil
penelitian menunjukkan bahwa tujuh rasio keuangan terbukti signifikan untuk
digunakan sebagai prediktor perubahan laba satu tahun yang akan datang.
Meskipun secara umum hasil ini konsisten dengan beberapa temuan
penelitian sebelumnya, akan tetapi secara individual rasio-rasio keuangan yang
ditemukan di dalam penelitian ini masih menunjukkan inkonsistensi dengan
temuan-temuan tersebut.
Perluasan
temuan penelitian ini adalah bahwa rasio keuangan ternyata juga signifikan dalam
memprediksi perubahan laba dua tahun dan tiga tahun yang akan datang.
Dengan mengulang aplikasi stepwise regression untuk masing-masing
periode prediksi tersebut, diperoleh bukti statistik bahwa lima rasio keuangan
signifikan untuk digunakan sebagai prediktor perubahan laba dua tahun yang akan
datang, sedangkan untuk tiga tahun hanya dua rasio keuangan yang signifikan.
Kecenderungan berkurangnya jumlah rasio keuangan yang bisa digunakan
sebagai prediktor perubahan laba dengan semakin panjangnya periode prediksi juga
diikuti dengan semakin kecilnya angka koefisien determinasi yang menunjukkan
kemampuan penjajagan data (goodness of fit) yang semakin rendah.
Di
dalam masyarakat bisnis, akuntansi dikenal sebagai bahasa.
Hal ini dikarenakan fungsi akuntansi yang merupakan media komunikasi di
antara para pelaku bisnis dan ekonomi. Informasi
akuntansi sebagaimana tersaji di dalam laporan keuangan tahunan yang
dipublikasikan perusahaan memberikan gambaran mengenai kondisi keuangan
perusahaan pada saat tertentu, prestasi operasi dalam suatu rentang waktu,
serta informasi-informasi lainnya yang berkaitan dengan perusahaan yang
bersangkutan. Ditinjau dari sudut
pandang manajemen, laporan keuangan merupakan media bagi mereka untuk
mengkomunikasikan performance keuangan perusahaan yang dikelolanya kepada
pihak-pihak yang berkepentingan,
sedangkan ditinjau dari sudut pandang pemakai, informasi akuntansi diharapkan
dapat digunakan untuk mengambil keputusan yang rasional dalam praktek bisnis
yang sehat.
Untuk
dapat menginterpretasikan informasi akuntansi yang relevan dengan tujuan dan
kepentingan pemakainya telah dikembangkan seperangkat teknik analisis yang
didasarkan pada laporan keuangan yang dipublikasikan.
Salah satu teknik tersebut yang populer diaplikasikan dalam praktek
bisnis adalah analisis rasio keuangan.
Analisis
rasio keuangan merupakan instrumen analisis prestasi perusahaan yang menjelaskan
berbagai hubungan dan indikator keuangan, yang ditujukan untuk menunjukkan
perubahan dalam kondisi keuangan atau prestasi operasi di masa lalu dan membantu
menggambarkan trend pola perubahan tersebut, untuk kemudian menunjukkan
resiko dan peluang
yang melekat
pada perusahaan
yang bersangkutan. Makna dan kegunaan rasio
keuangan dalam praktek bisnis pada kenyataannya bersifat subjektif tergantung
kepada untuk apa suatu analisis dilakukan dan dalam konteks apa analisis
tersebut diaplikasikan (Helfert, 1991).
Pesatnya
perkembangan yang terjadi pada pendekatan positivistik dalam penyusunan teori
akuntansi telah mendorong dilakukannya studi-studi akuntansi yang menghubungkan
rasio keuangan dengan fenomena-fenomena akuntansi tertentu, dengan harapan akan
dapat ditemukan berbagai kegunaan objektif rasio keuangan.
Beberapa yang telah dilakukan di antaranya adalah yang menguji kegunaan
rasio keuangan untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan (Winakor dan Smith,
1930; Altrman, 1968; Dambolena dan Khoury, 1980; Whittred
dan Zimmer, 1984; Houghton, 1984; Robertson, 1985; Thomson, 1991), memprediksi keuntungan saham (O’Conner, 1973;
Ou dan Penman, 1989; Barlev
dan Livnat, 1990), memprediksi bond rating (Pinches dkk, 1973; Lee dkk, 1982), menggolongkan perusahaan merger (Simkowitz dan
Monroe, 1971; Rege, 1984),
dan memprediksi perubahan laba (Freeman dkk, 1982; Ou, 1990; Penman,
1992; Machfoedz, 1994; Zainuddin dan Hartono, 1999).
Akan
tetapi, berbagai temuan dari penelitian yang telah dilakukan tersebut sebenarnya
masih jauh dari memadai jika yang diinginkan adalah sebuah konstruksi formal
teori analisis rasio keuangan. Ini
terlihat dari hasil-hasil penelitian yang masih cenderung tidak konsisten untuk
waktu dan tempat yang berbeda. Beberapa
di antaranya bahkan kontradiktif terhadap yang lainnya.
Dalam
konteks permasalahan inilah, penelitian ini dimaksudkan untuk melakukan
pengujian lebih lanjut temuan-temuan empiris mengenai rasio keuangan, khususnya
yang menyangkut kegunaannya dalam memprediksi perubahan laba di masa yang akan
datang. Pemilihan laba akuntansi sebagai fenomena yang diprediksi di
dalam penelitian ini didasari oleh alasan penelitian-penelitian sejenis masih
relatif jarang dilakukan, khususnya di Indonesia. Jika rasio keuangan dapat dijadikan sebagai prediktor
perubahan laba di masa yang akan datang, temuan ini tentu merupakan pengetahuan
yang cukup berguna bagi para pemakai laporan keuangan yang secara real maupun
potensial berkepentingan dengan suatu perusahaan. Sebaliknya, jika rasio keuangan ternyata tidak cukup
signifikan dalam memprediksi perubahan laba di masa yang akan datang, hasil
penelitian ini akan memperkuat bukti tentang inkonsistensi temuan-temuan empiris
sebelumnya. Dalam kondisi ekonomi
yang dipenuhi ketidakpastian, laba perusahaan, atau mungkin sekali
fenomena-fenomena akuntansi lainnya yang mana pun,
tampaknya tidak cukup hanya didekati secara positivistik yang dalam
terang metodologinya cenderung mereduksi atau menyederhanakan
permasalahan-permasalahan akuntansi yang dalam kenyataannya sangat kompleks.
Akar
pemikiran penelitian yang penulis lakukan berasal dari Machfoedz (1994).
Perbedaan penelitian ini dibandingkan dengan yang dilakukan Machfoedz
(1994) terletak pada :
Rasio-rasio
keuangan yang dianalisis di dalam penelitian ini berjumlah 49, mengalami
penambahan dari yang dilakukan Machfoedz (1994) yang berjumlah 47 rasio
keuangan.
Periode
prediksi penelitian ini meliputi perubahan laba satu tahun, dua tahun, dan
tiga tahun yang akan datang, sedangkan yang dilakukan Machfoedz (1994) hanya
meliputi satu tahun dan dua tahun yang akan datang.
Metode
pemilihan variabel untuk menganalisis rasio keuangan di dalam penelitian ini
diaplikasikan untuk semua periode prediksi.
Ini berbeda dengan yang dilakukan Machfoedz (1994) yang hanya memilih
rasio keuangan yang signifikan untuk memprediksi perubahan laba satu tahun
yang akan datang dan kemudian memasukkan rasio-rasio keuangan terpilih
tersebut sebagai prediktor perubahan laba dua tahun yang akan datang.
Dengan diterapkannya metode pemilihan variabel untuk setiap periode
prediksi memungkinkan diperolehnya model prediksi yang berbeda antar periode
prediksi yang dianalisis.
Berdasarkan
uraian di atas, maka penelitian ini berjudul EVALUASI KEGUNAAN RASIO KEUANGAN
DALAM MEMPREDIKSI PERUBAHAN LABA DI MASA YANG AKAN DATANG :
Suatu Studi Empiris pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta.
Berdasarkan
uraian di atas, pertanyaan penelitian (research questions) di dalam
penelitian ini terbatas pada :
Apakah
rasio keuangan dapat digunakan sebagai prediktor perubahan laba satu tahun
yang akan datang?
Apakah
rasio keuangan dapat digunakan sebagai prediktor perubahan laba dua tahun
yang akan datang?
Apakah
rasio keuangan dapat digunakan sebagai prediktor perubahan laba tiga tahun
yang akan datang?
Apakah
rasio keuangan yang dapat digunakan sebagai prediktor perubahan laba berbeda
untuk satu tahun, dua tahun, dan tiga tahun yang akan datang?
Sebagaimana
telah dinyatakan sebelumnya, penelitian ini dimaksudkan untuk melakukan
pengujian lebih lanjut temuan-temuan empiris tentang kegunaan rasio keuangan
dalam memprediksi perubahan laba di masa yang akan datang.
Secara definitif, penelitian ini ditujukan untuk :
Memberikan
temuan empiris mengenai kegunaan rasio keuangan dalam memprediksi perubahan laba
satu tahun yang akan datang.
Memberikan
temuan empiris mengenai kegunaan rasio keuangan dalam memprediksi perubahan laba
dua tahun yang akan datang.
Memberikan
temuan empiris mengenai kegunaan rasio keuangan dalam memprediksi perubahan laba
tiga tahun yang akan datang.
Memberikan
temuan empiris mengenai perbedaan rasio-rasio keuangan yang dapat digunakan
sebagai prediktor perubahan laba untuk satu tahun, dua tahun, dan tiga tahun
yang akan datang.
Kegunaan
yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
Bagi
penulis, penelitian ini merupakan pelatihan intelektual (intellectual
exercise) yang diharapkan dapat mempertajam daya pikir ilmiah serta
meningkatkan kompetensi keilmuan dalam disiplin yang digeluti.
Bagi
masyarakat ilmiah, penelitian ini diharapkan akan melengkapi temuan-temuan
empiris di bidang akuntansi bagi kemajuan dan pengembangannya di masa yang akan
datang.
Bagi
masyarakat bisnis, penelitian ini diharapkan akan memberikan pengetahuan
mutakhir mengenai kegunaan prediktif rasio keuangan terhadap perubahan laba di
masa yang akan datang.
Bab
ini memberikan landasan teoritis berkenaan dengan kegunaan rasio keuangan dalam
memprediksi perubahan laba di masa yang akan datang.
Eksplorasi literatur ditekankan pada perkembangan yang terjadi di Amerika
Serikat. Hal ini, selain dilandasi
oleh paradigma penelitian ini yang berakar pada tradisi pemikiran akuntansi yang
dikembangkan di Amerika Serikat, juga disebabkan oleh dinamika yang
melatarbelakangi diskursus tersebut yang
memang secara konkrit terjadi di sana.
Didirikannya
Financial Accounting Standard Board (FASB) yang menggantikan Accounting
Principles Board (APB) sebagai lembaga penyusun standar akuntansi di Amerika
Serikat pada awal tahun 1970-an dianggap sebagai revolusi yang terjadi dalam
pemikiran akuntansi. Salah satu
perubahan yang tercermin dalam proyek kerangka konseptual FASB adalah
ditekankannya tujuan sosial yang luas dari pelaporan keuangan (Hendriksen,
1982).
FASB (1978) melalui Statement of Financial Accounting Concepts No. 1 :
Objectives of Financial Reporting by Business Enterprises dalam
kaitan dengan tujuan sosial yang
luas ini menyatakan :
“Financial
reporting is not an end in itself but is intended to provide information that is
useful in making business and economic decisions for making reasoned choises
among alternative uses of scarse resources in the conduct of economic
activities, ...Accordingly, the objectives of this Statement are affected by the
economic, legal, political, and social environment in United States."
Statement
tersebut menunjukkan bahwa tujuan pelaporan keuangan diupayakan mempunyai
cakupan yang luas agar memenuhi berbagai kebutuhan para pemakai dan melayani
kepentingan umum dari berbagai pemakai yang potensial, bukan hanya untuk
kebutuhan khusus kelompok tertentu saja (Smith dan Skousen, 1987).
Pelaporan
keuangan juga harus mendorong efektivitas pasar modal dan pasar uang dalam
mengalokasikan sumber daya yang langka di antara berbagai penggunaan yang
kompetitif sehingga tercipta kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan
(Hendriksen, 1982).
Dalam
kaitan ini pula, FASB (1978) menyatakan :
"Financial
reporting should provide information that is useful to present and potential
investors and kreditors, and others
users in making rational investment, credit, and similar decisions."
Dari
Statement tersebut tampak bahwa meskipun pelaporan keuangan memiliki
tujuan sosial yang luas, akan tetapi orientasinya terletak pada investor dan
kreditor, karena dengan memenuhi kebutuhan mereka maka hampir semua kebutuhan
dari para pemakai eksternal lainnya akan terpenuhi.
Setelah
menetapkan tujuan sosial yang luas yang merupakan tujuan menyeluruh dari
pelaporan keuangan, FASB juga menggariskan beberapa tujuan khusus yang salah
satu di antaranya menyatakan bahwa pelaporan keuangan harus menyediakan
informasi yang bermanfaat untuk menaksir arus kas di masa yang akan datang
(Smith dan Skousen, 1987).
Hal
ini akan membantu kepada investor, kreditor, dan pemakai lainnya, baik yang
sekarang maupun yang potensial, dalam menilai jumlah, waktu, dan ketidakpastian
penerimaan kas dari dividen dan bunga di masa yang akan datang (Zainuddin dan
Hartono, 1999). Tujuan ini
mengasumsikan bahwa investor menginginkan informasi tentang hasil dan resiko
dari investasi yang dilakukan (Hendriksen, 1982).
FASB
(1980) melalui Statement of Financial Accounting Concepts No. 2 :
Qualitative Characteristics of Accounting Information menyatakan
bahwa kualitas yang membedakan antara informasi yang "lebih
baik" (lebih bermanfaat) dengan informasi yang "kurang baik"
(kurang bermanfaat) terutama terletak pada kualitas relevansi dan keandalannya
ditambah dengan beberapa karakteristik lainnya yang berlaku untuk kualitas
tersebut.
FASB mendefinisikan informasi yang relevan sebagai informasi yang akan
mengakibatkan timbulnya perbedaan. Informasi
yang relevan dapat memperteguh, atau sebaliknya, memperlemah pengharapan yang
ada. Jadi, relevansi selalu
dikaitkan dengan nilai umpan balik dan nilai prediktif (Smith & Skousen,
1994).
Adanya
nilai prediktif ini menunjukkan bahwa informasi akuntansi seperti yang tercantum
dalam pelaporan keuangan dapat digunakan oleh investor sekarang dan investor
potensial dalam melakukan prediksi penerimaan kas dari dividen dan bunga di masa
yang akan datang. Dividen yang akan
diterima oleh investor akan tergantung pada jumlah laba yang diperoleh
perusahaan di masa yang akan datang (Zainuddin & Hartono, 1999), sehingga
prediksi laba perusahaan dengan menggunakan informasi pelaporan keuangan menjadi
sangat penting untuk dilakukan.
Perkembangan
analisis rasio keuangan dapat ditelusuri ke pertengahan akhir abad ke-19 yang
digunakan oleh industri di Amerika Serikat.
Horrigan (1968) sebagaimana yang dikutip dari Zainuddin dan Hartono
(1999) mencatat bahwa pada masa revolusi industri analisis rasio keuangan mulai
dilakukan seiring dengan semakin pentingnya laporan keuangan yang dipublikasikan
di dalam praktek bisnis. Kenyataan
ini terutama dipicu oleh kebutuhan industri akan perluasan modal yang telah
mendorong sektor keuangan menjadi kekuatan utama dalam perekonomian. Di sisi lain, manajemen perusahaan dalam berbagai sektor
industri mulai bergeser dari pemilik kepada manajemen profesional.
Dalam konteks ini, rasio keuangan digunakan oleh analis kredit untuk
menilai kemampuan perusahaan dalam melunasi utang-utangnya, sedangkan analis
manajemen menggunakannya untuk mengukur tingkat profitabilitas (Zainuddin dan
Hartono, 1999).
Helfert
(1991) memahami rasio keuangan sebagai instrumen analisis prestasi perusahaan
yang menjelaskan berbagai hubungan dan indikator keuangan, yang ditujukan untuk
menunjukkan perubahan dalam kondisi keuangan atau prestasi operasi di masa lalu
dan membantu menggambarkan trend pola perubahan tersebut, untuk kemudian
menunjukkan resiko dan peluang yang melekat pada perusahaan yang bersangkutan.
Hal ini menunjukkan bahwa analisis rasio keuangan, meskipun didasarkan
pada data dan kondisi masa lalu tetapi dimaksudkan untuk menilai resiko dan
peluang di masa yang akan datang.
Kegunaan
sebenarnya dari setiap rasio keuangan ditentukan oleh tujuan spesifik analis.
Lebih lanjut, rasio-rasio keuangan bukanlah merupakan kriteria yang
mutlak (Helfert, 1991). Pada kenyataannya, analisis rasio keuangan hanyalah suatu
titik awal dalam analisis keuangan perusahaan.
Analisis rasio tidak memberikan banyak jawaban, kecuali menyediakan
rambu-rambu tentang apa yang seharusnya diharapkan (Friedlob dan Plewa, 1996).
Akan
tetapi, aplikasi analisis rasio keuangan dalam praktek bisnis serta
pengkajian-pengkajian dan studi yang telah dilakukan mengantarkan kepada
pemikiran untuk menjadikan rasio keuangan sebagai indikator yang fundamental
dalam praktek bisnis dan ekonomi. Rasio
keuangan juga telah digunakan sebagai independent and descriptive variable dalam
studi ekonomi. Bahkan pernah terdapat kecenderungan untuk menggunakan rasio
keuangan tunggal seperti ROI (Zainuddin dan Hartono, 1999).
Gilman
(1925) seperti yang dikutip oleh Horrigan (1968) menolak penggunaan rasio
keuangan sebagai indikator fundamental dengan mengajukan beberapa alasan sebagai
berikut :
Perubahan rasio
keuangan sebenarnya merupakan angka yang tidak dapat diinterpretasikan karena
pembilang dan penyebutnya bervariasi.
Pengukuran rasio
keuangan merupakan pengukuran yang bersifat artifisial.
Rasio keuangan
mengalihkan perhatian analis dari pandangan terhadap perusahaan secara
komprehensif.
Keandalan rasio
keuangan sebagai indikator sangat bervariasi di antara setiap rasio.
Di
tengah diskursus tentang batasan dan kegunaan rasio keuangan dalam praktek
bisnis dan ekonomi, Gibson (1982) telah melakukan survey dalam rangka meneliti
pendapat para eksekutif keuangan sehubungan dengan persoalan penting yang
berkaitan dengan rasio keuangan di Amerika Serikat.
Untuk keperluan tersebut, Gibson menyebarkan sejumlah kuesioner kepada
para kontroler perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Fortune’s 500
Largest Industrial pada tahun 1979. Hasil
penelitian menunjukkan adanya kesepakatan di antara para responden mengenai
rasio-rasio keuangan mana yang dianggap penting, akan tetapi hal tersebut tidak
diikuti oleh adanya konsensus mengenai metodologi penghitungannya.
Penelitian
tersebut memang dilatarbelakangi oleh kondisi di Amerika Serikat pada waktu itu
yang ditandai oleh adanya hambatan untuk melakukan analisis rasio keuangan
secara komprehensif. Hal ini di
antaranya disebabkan oleh kurangnya standar yang bisa dijadikan sebagai pedoman
untuk menyeragamkan penghitungan rasio keuangan.
Dari
uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa telah terdapat keragaman pemaknaan
mengenai urgensi analisis rasio keuangan dalam praktek bisnis dan ekonomi, mulai
dari yang menginginkan rasio keuangan tersebut
dijadikan sebagai indikatoe fundamental hingga yang beranggapan minimalis
terhadapnya. Kenyataannya, praktek
bisnis yang real masih mengaplikasikan analisis rasio ini sebagai salah satu
model analsis keuangan, meskipun relevansinya tentu saja bersifat sangan
subjektif, tergantung kepada tujuan dan kepentingan masing-masing analis.
Akan
tetapi dengan perkembangan pendekatan positivistik dalam akuntansi, secara
teoritis dimungkinkan untuk menemukan kegunaan objektif rasio keuangan yang
dikaitkan dengan berbagai fenomena akuntansi lainnya.
Hal inilah yang selama ini tengah dilakukan meskipun hasilnya masih jauh
untuk dikatakan memadai jika yang diinginkan adalah sebuah konstruksi formal
teori analisis rasio keuangan.
Penelitian
paling awal mengenai kegunaan objektif rasio keuangan, sejauh yang dapat
ditelusuri oleh penulis, adalah yang dilakukan oleh Winakor dan Smith (1930). Winakor dan Smith menganalisis 21 rasio keuangan selama 10
tahun untuk menentukan rasio keuangan mana yang paling akurat dan bermanfaat
sebagai indikator 10 tahun sebelum perusahaan mengalami kebangkrutan.
Winakor dan Smith menyimpulkan bahwa rasio keuangan yang paling akurat
dan bermanfaat sebagai indikator kebangkrutan adalah rasio Net Working
Capital to Total Assets. Kelemahan
studi Winakor dan Smith adalah tidak digunakannya control group berupa
perusahaan-perusahaan yang tidak bangkrut (Zainuddin dan Hartono, 1999).
Penelitian
sejenis yang memasukkan control group berupa perusahaan-perusahaan yang
sukses dilakukan oleh Altman (1968). Altman
menggunakan sampel sebanyak 66 perusahaan, yang terdiri atas 33 perusahaan
bangkrut dan 33 perusahaan yang tidak bangkrut.
Dengan menggunakan multivariate discriminant analysis, Altman
menemukan bahwa rasio-rasio keuangan liquidity, solvency, dan profitability
bermanfaat dalam memprediksi kebangkrutan perusahaan dengan tingkat
keakuratan yang semakin menurun seiring dengan semakin lamanya periode prediksi.
Pada periode prediksi satu tahun sebelum perusahaan mengalami
kebangkrutan, rasio-rasio keuangan tersebut bermanfaat untuk memprediksi
kebangkrutan dalam tingkat keakuratan 95% yang menurun menjadi 76% pada periode
dua tahun sebelum bangkrut, 48% untuk periode tiga tahun, 29% untuk periode
empat tahun, kemudian naik lagi 36% untuk periode lima tahun sebelum perusahaan
mengalami kebangkrutan.
Sinkey
(1978) melakukan penelitian tentang kegunaan rasio keuangan dalam memprediksi
kondisi keuangan perusahaan perbankan. Dengan
menggunakan multiple discriminant analysis dalam menguji perusahaan bank
yang bermasalah, Sinkey menganalisis 10 rasio keuangan dalam menguji sampel
sebanyak 110 perusahaan perbankan. Dalam
penelitian tersebut Sinkey memperoleh bukti bahwa rasio-rasio keuangan yang
berguna sebagai prediktor kondisi keuangan perusahaan perbankan secara
signifikan berbeda antara perusahaan perbankan yang bermasalah dengan perusahaan
perbankan yang tidak bermasalah untuk periode prediksi empat tahun sebelum
perusahaan perbankan mengalami masalah.
Kegunaan
rasio keuangan dalam memprediksi kebangkrutan perusahaan juga dilakukan oleh
Dambolena dan Khoury (1980). Dambolena
dan Khoury menggunakan perusahaan retail dan perusahaan manufaktur sebagai
sampel penelitiannya, berjumlah 46 perusahaan yang terdiri dari 23 perusahaan
bangkrut dan 23 perusahaan yang tidak bangkrut.
Dengan menggunakan discriminant procedure, Dambolena dan Khoury
menganalisis 19 rasio keuangan dan menemukan bahwa rasio keuangan memiliki
kemampuan untuk dijadikan sebagai prediktor kebangkrutan perusahaan-perusahaan
retail dan manufaktur untuk lima tahun sebelum perusahaan-perusahaan tersebut
mengalami kebangkrutan.
Untuk
menguji kegunaan rasio keuangan dalam memprediksi kebangkrutan
perusahaan-perusahaan perbankan, penelitian sejenis telah dilakukan oleh Thomson
(1991). Thomson menganalisis sampel
sebanyak 1.736 perusahaan perbankan yang sukses dan 770 perusahaan yang bangkrut
selama periode enam tahun dari tahun 1984 sampai dengan 1989.
Dengan menggunakan logit regression, hasilnya menunjukkan bahwa
kemungkinan perusahaan mengalami kebangkrutan adalah fungsi dari variabel yang
berkaitan dengan solvency, termasuk rasio-rasio capital, assets,
management, earnings, dan liquidity (CAMEL) yang dimilikinya.
Thomson juga menemukan bahwa rasio CAMEL sebagai proxy variabel
kondisi keuangan bank merupakan faktor signifikan yang berkaitan dengan
kemungkinan kebangkrutan bank untuk periode empat tahun sebelum bank tersebut
bangkrut.
O'Conner
(1973) melakukan penelitian untuk menguji kemampuan rasio keuangan dalam
memprediksi keuntungan saham dengan menggunakan sampel sebanyak 127 perusahaan. Dengan menggunakan univariate dan multivariate
analysis, O'Conner menguji 10 rasio keuangan dan menunjukkan bahwa rasio
keuangan tidak memiliki kemampuan untuk dijadikan prediktor keuntungan saham.
Penelitian
mengenai kegunaan rasio keuangan dalam memprediksi keuntungan saham secara lebih
komprehensif telah dilakukan oleh Ou dan Penman (1989).
Dengan menganalisis 68 rasio keuangan, Ou dan Penman bertujuan untuk
menguji kegunaan analisis laporan keuangan dalam menaksir nilai perusahaan.
Hasilnya menunjukkan bahwa informasi akuntansi yang diindikasikan oleh
rasio keuangan mengandung informasi fundamental yang tidak tercermin dalam harga
saham.
Sebagaimana
telah dinyatakan sebelumnya, pesatnya perkembangan pendekatan positivistik dalam
penyusunan teori akuntansi telah mendorong dilakukannya penelitian-penelitian
yang menghubungkan rasio keuangan dengan berbagai fenomena akuntansi dan
ekonomi.
Berikut ini akan diuraikan beberapa di antaranya yang relevan untuk
dijadikan sebagai landasan hipotesis penelitian ini, yaitu yang menghubungkan
rasio keuangan dengan laba akuntansi. Penelaahan
yang lebih komprehensif terhadap studi-studi akuntansi mengenai rasio keuangan
yang dihubungkan dengan fenomena-fenomena lainnya akan dilakukan pada bab
berikutnya.
Penelitian
yang terhitung cukup awal yang mencoba menolak hipotesis bahwa laba akuntansi
mengikuti pergerakan yang bersifat acak (random walk hypothesis) adalah
yang dilakukan oleh Freeman, dkk. (1982).
Mereka menggunakan logit procedure untuk menganalisis kandungan
prediktif rasio Rate of Return (ROR).
Dengan menggunakan sampel sebanyak 31 perusahaan selama periode 32 tahun,
Freeman, dkk. menyimpulkan bahwa rasio ROR memiliki kandungan informasi
yang bersifat prediktif terhadap perubahan laba.
Ou
(1990) menguji kekuatan dan kandungan informasi dari item data laporan keuangan
selain laba (termasuk komponen laba) untuk memprediksi laba satu tahun yang akan
datang. Hasilnya menunjukkan
sebanyak 8 rasio keuangan terbukti signifikan sebagai prediktor laba.
Penman
(1992) melakukan penelitian terhadap 1.482 sampai dengan 1.677 perusahaan untuk
periode 11 tahun dari tahun 1973 sampai dengan tahun 1983.
Temuan empiris Penman menunjukkan bahwa laporan keuangan menyajikan
informasi yang relevan untuk mengevaluasi perubahan laba.
Lebih lanjut, Penman juga menunjukkan bahwa item laporan keuangan selain
laba serta laporan keuangan beberapa tahun yang lalu berhubungan dengan
persistensi perubahan laba.
Machfoedz
(1994) menganalisis sejumlah rasio keuangan dan menghubungkannya dengan
perubahan laba di Indonesia. Dalam
penelitian tersebut, Machfoedz menguji 47 rasio keuangan dengan menggunakan
sampel perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta yang
mempublikasikan laporan keuangannya dari tahun 1989 sampai dengan 1992. Dengan
menggunakan MAXR-Procedure, hasilnya menunjukkan bahwa terdapat 13 rasio
keuangan yang signifikan dalam memprediksi perubahan laba satu tahun yang akan
datang.
Zainuddin
dan Hartono (1999) menguji kegunaan rasio keuangan dalam memprediksi perubahan
laba yang didasarkan pada rasio CAMEL (Capital, Assets, Managements,
Earnings, Liquidity). Penelitian
tersebut dilakukan terhadap seluruh perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa
Efek Jakarta. Pengujian dilakukan
terhadap rasio keuangan, baik pada tingkat individual maupun pada tingkat construct
(gabungan dari rasio-rasio individual yang dijadikan satu variabel).
Dengan menggunakan analisis regresi untuk menganalisis rasio keuangan
pada tingkat individual dan Analysis of Moment Structures (AMOS) untuk
menganalisis pada tingkat construct, penelitian ini menunjukkan bahwa secara
individual rasio keuangan tidak signifikan dalam memprediksi perubahan laba.
Akan tetapi, pada tingkat construct rasio keuangan Capital,
Assets, Earnings, dan Liquidity signifikan dalam memprediksi
perubahan laba.
Mengacu
kepada review di atas, maka hipotesis nol (null hypothesis) yang
diajukan dalam penelitian ini adalah :
Perubahan relatif
rasio keuangan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap perubahan laba satu
tahun yang akan datang.
Perubahan relatif
rasio keuangan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap perubahan laba dua
tahun yang akan datang.
Perubahan relatif
rasio keuangan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap perubahan laba tiga
tahun yang akan datang.
Rasio-rasio
keuangan yang dapat dijadikan sebagai prediktor perubahan laba tidak berbeda
untuk satu tahun, dua tahun, dan tiga tahun yang akan datang.
Penelitian ini
didesain sebagai suatu studi empiris. Dalam
rangka menguji hipotesis yang telah dirumuskan, yaitu untuk membuktikan kegunaan
rasio keuangan dalam memprediksi perubahan laba di masa yang akan datang,
penelitian ini pada dasarnya menguji hubungan linier antara variabel independen
yaitu rasio-rasio keuangan yang dihitung perubahan relatifnya dengan perubahan
laba untuk satu tahun, dua tahun, dan tiga tahun yang akan datang sebagai
variabel dependen, sehingga model prediksinya adalah :
D Eti = b0 + b1 D Fr1i + b2 D Fr2i + .... + bk D Frki + eI (1)
di
mana :
D Et |
= |
perubahan laba untuk periode t |
D Fr1, 2,...., k |
= |
perubahan relatif rasio keuangan ke-1, 2, ...., k |
b0 |
= |
intercept, perubahan laba yang diasumsikan jika tidak dihubungkan dengan perubahan relatif rasio keuangan |
b1, 2, .., k |
= |
koefisien arah regresi rasio keuangan ke-1, 2, ..., k |
e |
= |
Kesalahan residu |
i |
= |
data observasi ke-i. |
Hubungan
yang diasumsikan di dalam desain penelitian ini mengikuti model linier.
Asumsi ini didasari oleh alasan periode prediksi yang ditetapkan yang
relatif pendek, yaitu untuk satu tahun, dua tahun, dan tiga tahun yang akan
datang.
Varialel
dependen penelitian ini adalah perubahan laba.
Perubahan laba yang digunakan dalam penelitian ini adalah perubahan laba
relatif. Digunakannya angka laba
relatif didasari alasan angka laba tersebut lebih representatif dibandingkan
laba absolut yang dimaksudkan untuk menghindari pengaruh ukuran perusahaan
(Machfoedz, 1994). Secara formal,
penghitungan perubahan laba relatif adalah :
(2)
di mana :
DEi,t |
= |
perubahan laba untuk periode t |
Ei,t |
= |
laba absolut pada periode yang dihitung angka perubahannya |
Ei,t-1 |
= |
laba absolut pada periode satu tahun sebelumnya |
i |
= |
data observasi ke-i. |
Indikator
perubahan laba yang digunakan dalam penelitian ini adalah laba sebelum pajak,
tidak termasuk item extra ordinary dan discontinued operation. Penggunaan laba sebelum pajak sebagai indikator perubahan
laba dimaksudkan untuk menghindari pengaruh penggunaan tarif pajak yang berbeda
antar periode yang dianalisis. Alasan
mengeluarkan item extra ordinary dan discontinued operation dari
laba sebelum pajak adalah untuk menghilangkan elemen yang mungkin meningkatkan
perubahan laba yang tidak akan timbul dalam periode yang lainnya (Zainuddin dan
Hartono, 1994).
Variabel
independen penelitian ini adalah perubahan relatif rasio keuangan.
Alasan penggunaan angka relatif rasio keuangan ini juga dimaksudkan untuk
menghindari pengaruh variasi besaran perusahaan, sehingga formula
penghitungannya adalah :
(3)
di
mana :
DFrt |
= |
perubahan relatif rasio keuangan untuk periode t |
Frt |
= |
rasio keuangan pada periode t |
Fr(t-1 |
= |
rasio keuangan periode t –1 |
I |
= |
data observasi ke-i. |
Rasio-rasio
keuangan yang dimasukkan ke dalam analisis sebanyak 49 yang diambil dari
beberapa textbook tentang analisis keuangan serta dari
penelitian-penelitian sebelumnya, terutama yang dilakukan oleh Machfoedz (1994).
Ke-49 rasio keuangan tersebut disajikan dalam Lampiran 1.
Populasi
terbatas yang diteliti meliputi perusahaan manufaktur yang mempublikasikan
laporan keuangan tahunannya di Pasar Modal.
Pembatasan populasi yang hanya meliputi perusahaan-perusahaan yang go
public dimaksudkan untuk menghindari pengaruh perbedaan karakteristik antara
perusahaan yang go public dengan perusahaan yang tidak go public (Zainuddin
dan Hartono, 1999).
Dari
populasi tersebut, mula-mula sampel diambil secara purposive, yaitu perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ) yang mempublikasikan
laporan keuangannya pada tahun 1993, 1994, 1995, 1996, dan 1997.
Kemudian, dari sampel yang memenuhi kriteria tersebut dipilih sampel acak
(random) dengan menggunakan angka random sebanyak 62 perusahaan (50% dari jumlah populasi) untuk
dijadikan sampel penelitian.
Data
penelitian ini adalah laba dan rasio keuangan yang tersedia dan dapat dihitung
dari laporan keuangan. Dari laporan
keuangan yang masuk ke dalam sampel, laporan keuangan tahun 1993 dan 1994
digunakan untuk menghitung perubahan relatif rasio keuangan.
Laporan keuangan tahun 1994, 1995, 1996, dan 1997 digunakan untuk
menghitung perubahan laba.
Dalam
rangka menguji hubungan linier antara perubahan laba sebagai variabel dependen
dengan perubahan relatif rasio-rasio keuangan
sebagai variabel independen dilakukan pemilihan atas 49 rasio keuangan
sebagaimana tersaji pada Lampiran 1 di atas, sehingga diperoleh rasio-rasio
keuangan yang secara signifikan dapat dijadikan sebagai prediktor perubahan
laba.
Metode pemilihan variabel yang digunakan adalah stepwise regression dengan
kriteria seleksi pada tingkat alpha 10% dan kriteria eliminasi pada tingkat
alpha 12,5%. Dengan metode ini,
rasio-rasio keuangan yang telah dihitung perubahan relatifnya sebagai variabel
independen mula-mula dipilih yang memiliki korelasi parsial terbesar untuk
kemudian diuji tingkat signifikansi hubungannya dengan perubahan laba.
Jika tingkat alphanya sama dengan atau lebih kecil dari kriteria seleksi
10% maka rasio keuangan tersebut akan dimasukkan ke dalam model prediksi.
Langkah berikutnya dilakukan dengan cara yang sama dengan langkah
pertama, hanya saja pada setiap langkah memasukkan satu variabel ke dalam model
akan dilakukan pengujian atas model yang baru terbentuk tersebut. Jika pada sejumlah rasio keuangan yang telah dimasukkan terdapat rasio keuangan yang karena
pengaruh rasio keuangan lainnya memiliki tingkat alpha di atas kriteria
eliminasi 12,5%, maka rasio keuangan tersebut akan dihilangkan dari model
prediksi. Langkah seleksi dan
eliminasi ini akan dihentikan jika dari sekian banyak rasio keuangan yang belum
dimasukkan sudah tidak ada lagi yang memiliki korelasi parsial dengan perubahan
laba pada tingkat alpha yang sama dengan atau lebih kecil dari kriteria seleksi
10%, sedangkan model prediksi yang telah terbentuk sudah tidak lagi mengandung
rasio keuangan yang memiliki tingkat alpha di atas kriteria eliminasi 12,5%.
Di antara metode pemilihan variabel yang baku yang tersedia, stepwise
regression relatif memiliki kelebihan karena dengan prosedur seleksi dan
eliminasi yang dilakukan pada setiap langkahnya memungkinkan analisis secara
detail atas variabel-variabel yang akhirnya dimasukkan ke dalam model prediksi,
baik secara individual maupun gabungan dari variabel-variabel tersebut
(Mendenhall dan Reinmuth, 1982).
Hipotesis nol (null hypothesis) penelitian ini akan ditolak dalam arti terdapat hubungan yang signifikan antara rasio keuangan dengan perubahan laba di masa yang akan datang, jika setidaknya terdapat satu rasio keuangan yang terseleksi sebagai prediktor perubahan laba untuk masing-masing periode yang dianalisis. Sebaliknya hipotesis nol (null hypothesis) akan diterima dalam arti tidak terdapat hubungan yang signifikan antara rasio keuangan dengan perubahan laba di masa yang akan datang, jika tidak terdapat satu pun rasio keuangan yang terseleksi sebagai prediktor perubahan laba.Keseluruhan analisis dan pengujian statistik dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan alat bantu perangkat lunak SPSS 6.0 for Windows.
Penelitian
ini didasarkan pada data yang tersedia di dalam Indonesian Capital Market
Directory tahun 1996, 1997, dan 1998, dan telah dikonfirmasikan
validitasnya dengan Laporan Tahunan (Annual Report) yang dipublikasikan
perusahaan yang terdapat pada Pusat Referensi Pasar Modal (PRPM) di Bursa Efek
Jakarta. Berdasarkan pemilihan
sampel yang telah dilakukan, diperoleh sampel sejumlah 62 perusahaan yang akan
dimasukkan ke dalam analisis (lihat Lampiran 2).
Di antara 62 sampel tersebut, delapan perusahaan tidak mencatat akun Long-term
Liability di dalam laporan keuangannya untuk tahun 1993 dan/atau 1994.
Hal ini mengakibatkan penghitungan rasio keuangan yang melibatkan akun Long-term
Liability dan penghitungan perubahan laba relatifnya memiliki angka
pembilang nol, sehingga hasilnya menjadi tidak terdefinisikan.
Delapan sampel ini kemudian dikeluarkan dari analisis, sehingga jumlah
sampel yang dianalisis menjadi 54 perusahaan.
Berdasarkan desain penelitian sebagaimana diuraikan pada bab sebelumnya,
maka 49 rasio keuangan yang telah dihitung perubahan relatifnya untuk tahun 1994
diuji hubungan liniernya dengan perubahan laba untuk tahun 1995.
Jika secara statistik ditemukan hubungan yang signifikan, maka rasio
keuangan dianggap memiliki kegunaan untuk dijadikan sebagai prediktor perubahan
laba satu tahun yang akan datang. Dengan
menggunakan metode pemilihan variabel stepwise regression terseleksi
tujuh rasio keuangan untuk dimasukkan ke dalam model regresi.
Tujuh rasio keuangan tersebut disajikan dalam Tabel 1.
Tabel
1
Rasio-Rasio
Keuangan yang Terseleksi untuk Periode Prediksi Perubahan Laba
Satu
Tahun yang Akan Datang
Multiple R |
0,77 |
Standard Error: |
0,754 |
R
Square |
0,59 |
F – Value |
9,294 |
Adjusted R Square |
0,52 |
Signif F |
0,000 |
Variables |
b |
|
Signif t
|
CGSI CGSNS NSQA NSTR PBTSE WCNS WCTA (Constant) |
1,19 -3,78 0,46 -0,86 -1,40 -0,44 1,01 0,33 |
4,776 -3,446 1,914 -2,768 -6,586 -2,408 3,428 2,496 |
0,000 0,001 0,062 0,008 0,000 0,020 0,001 0,016 |
Dari
analisis varians diperoleh R Square sebesar 0,59.
Ini berarti kurang lebih 59% variasi perubahan laba satu tahun yang akan
datang (terhadap nilai rata-ratanya) dapat dijelaskan dengan tujuh rasio
keuangan yang terseleksi. Nilai F
sebesar 9,294 dengan signifikansi pada tingkat alpha di bawah 1% menunjukkan
bahwa setidaknya satu dari tujuh rasio keuangan yang terseleksi memiliki
hubungan yang signifikan dengan perubahan laba satu tahun yang akan datang.
Untuk
dapat melakukan interpretasi statistik terhadap rasio keuangan secara individual
terlebih dahulu harus diuji kemungkinan terjadinya multikolinieritas.
Multikolinieritas terjadi jika dua atau lebih variabel independen
berkorelasi satu sama lain (Mendenhall dan Reinmuth, 1982).
Variabel yang menyebabkan multikolinieritas dapat dideteksi dari nilai tolerance
yang lebih kecil dari 0,1 atau nilai VIF yang lebih besar dari 10 (Zainuddin
dan Hartono, 1994). Besarnya nilai tolerance
dan nilai VIF dari rasio-rasio keuangan yang terseleksi disajikan dalam
Tabel 2.
Tabel
2
Hasil
Pengujian Kemungkinan Terjadinya Multikolinieritas
pada
Rasio Keuangan untuk Periode Prediksi Satu Tahun
Variables |
Tolerance Value |
Variance Inflation
Factor |
CGSI |
0,669 |
1,495 |
CGSNS |
0,781 |
1,280 |
NSQA |
0,632 |
1,583 |
NSTR |
0,684 |
1,463 |
PBTSE |
0,760 |
1,317 |
WCNS |
0,101 |
9,923 |
WCTA |
0,101 |
9,862 |
Dari
hasil pengujian tersebut tampak bahwa rasio-rasio keuangan yang terseleksi
memiliki nilai tolerance yang lebih besar dari 0,1 dengan nilai VIF yang
lebih kecil dari 10. Ini
menunjukkan bahwa dari semua rasio keuangan tersebut tidak ada satu pun yang
menyebabkan terjadinya multikolinieritas, sehingga dapat dilakukan interpretasi
statistik terhadap rasio-rasio keuangan secara individual.
Jika rasio-rasio keuangan yang terseleksi memiliki hubungan yang
signifikan secara individual dengan perubahan laba satu tahun yang akan datang,
maka rasio-rasio keuangan tersebut bisa digunakan sebagai prediktor perubahan
laba untuk satu tahun yang akan datang.
Parameter-parameter
b
yang disajikan dalam Tabel 3 menunjukkan tiga rasio keuangan memiliki korelasi
positif dengan perubahan laba satu tahun yang akan datang.
Rasio-rasio keuangan tersebut meliputi : Cost of Goods Sold to
Inventories (CGSI), Net Sales to Quick Assets (NSQA), dan Working
Capital to Total Assets (WCTA). Empat
rasio keuangan lainnya memiliki korelasi negatif dengan perubahan laba satu
tahun yang akan datang, yaitu : Cost
of Goods Sold to Net Sales (CGSNS), Net Sales to Trade Receivables (NSTR),
Profit before Taxes to Shareholders' Equity (PBTSE), dan Working
Capital to Net Sales (WCNS). Dari
tujuh rasio keuangan tersebut, hanya satu yang "sedikit" konsisten
dengan hasil penelitian Machfoedx (1994) yaitu rasio PBTSE.
Dikatakan "sedikit" konsisten karena rasio keuangan yang
ditemukan Machfoedx sebenarnya adalah Profit After Taxes to Shareholders'
Equity (PATSE).
Dengan
menggunakan uji statistik t, rasio-rasio keuangan yang terseleksi berhubungan
secara individual dengan perubahan laba satu tahun yang akan datang pada
signifikansi dengan tingkat alpha lebih kecil atau sama dengan 6% dan lima di
antaranya dengan tingkat alpha di bawah 1% (lihat Tabel 1).
Ini berarti rasio-rasio keuangan tersebut memiliki hubungan yang
signifikan secara individual dengan perubahan laba satu tahun yang akan datang.
Dengan kata lain, hipotesis nol (null hypothesis) pertama
penelitian ini ditolak yang berarti model regresi yang dihasilkan dalam analisis
ini dapat digunakan sebagai model prediksi perubahan laba satu tahun yang akan
datang.
Dalam
rangka menguji hipotesis kedua, 49 rasio keuangan yang telah dihitung perubahan
relatifnya untuk tahun 1994 diuji hubungan liniernya dengan perubahan laba tahun
1996. Aplikasi stepwise
regression untuk periode prediksi perubahan laba dua tahun yang akan datang
menghasilkan lima rasio keuangan yang terseleksi ke dalam model regresi.
Lima rasio keuangan tersebut disajikan dalam Tabel 3.
Analisis
varians menunjukkan R Square sebesar 0,46 yang berarti bahwa kurang lebih 46%
variasi perubahan laba dua tahun yang akan datang (terhadap nilai rata-ratanya)
dapat dijelaskan oleh lima rasio keuangan yang terseleksi.
Besarnya nilai F adalah 8,158 dengan
signifikansi pada tingkat
alpha di bawah 1%, menunjukkan paling sedikit satu dari lima rasio keuangan yang
terseleksi memiliki hubungan yang signifikan dengan perubahan laba satu tahun
yang akan datang.
Tabel
3
Rasio-Rasio
Keuangan yang Terseleksi untuk Periode Prediksi Perubahan Laba
Dua
Tahun yang Akan Datang
Multiple R |
0,68 |
Standard Error: |
2,296 |
R Square |
0,46 |
F - Value |
8,158 |
Adjusted R Square |
0,40 |
Signif F |
0,000 |
Variables |
b |
t - Value |
Signif t
|
CGSI |
-2,21 |
-1,722 |
0,092 |
CGSNS |
36,05 |
5,384 |
0,000 |
GPNS |
8,69 |
3,721 |
0,001 |
INS |
-4,52 |
-2,416 |
0,020 |
OPPBT |
0,35 |
4,626 |
0,000 |
(Constant) |
0,53 |
1,448 |
0,154 |
Pengujian
atas variabel yang mungkin menyebabkan multikolinieritas disajikan dalam Tabel
4.
Tabel
4
Hasil
Pengujian Kemungkinan Terjadinya Multikolinieritas
pada
Rasio Keuangan untuk Periode Prediksi Dua Tahun
Variables |
Tolerance
Value
|
Variance Inflation Factor |
CGSI |
0,236 |
4,242 |
CGSNS |
0,195 |
5,135 |
GPNS |
0,192 |
5,203 |
INS |
0,179 |
5,573 |
OPPBT |
0,771 |
1,297 |
Pengujian
tersebut memberikan nilai tolerance yang lebih besar dari 0,1 dan nilai
VIF yang lebih kecil dari 10, sehingga semua rasio keuangan yang terseleksi
tidak mengandung multikolinieritas dan dapat dianalisis secara individual.
Pengujian
statistik t menunjukkan semua rasio keuangan berhubungan secara individual
dengan perubahan laba dua tahun yang akan datang pada tingkat signifikansi
dengan tingkat alpha lebih kecil dari 10% (lihat Tabel 3).
Rasio-rasio keuangan tersebut meliputi : Cost of Goods Sold to Inventories (CGSI), Cost of
Goods Sold to Net Sales (CGSNS), Gross Profit to Net Sales (GPNS), Inventories
to Net Sales (INS), dan Operating Profit to Profit before Taxes (OPPBT).
Tiga dari lima rasio keuangan tersebut signifikan pada tingkat alpha di
bawah 1%. Hasil pengujian ini
menolak hipotesis nol (null hypothesis) kedua penelitian ini yang berarti
bahwa rasio-rasio keuangan ternyata masih memiliki kegunaan prediktif terhadap
perubahan laba dua tahun yang akan datang yang
oleh karenanya temuan ini merupakan perluasan atas beberapa hasil penelitian
sebelumnya.
Pengujian
hipotesis ketiga juga dilakukan dengan memasukkan 49 rasio keuangan yang telah
dihitung perubahan relatifnya untuk tahun 1994 ke dalam stepwise regression
untuk diuji hubungan liniernya dengan perubahan laba tahun 1997. Akan tetapi,
pengujian ini hanya dilakukan terhadap sampel sebanyak 50 perusahaan.
Hal ini disebabkan empat perusahaan yang semula masuk ke dalam sampel
tidak mempublikasikan laporan keuangannya untuk tahun 1997.
Pengujian
kegunaan rasio keuangan untuk memprediksi perubahan laba tiga tahun yang akan
datang menghasilkan dua rasio keuangan yang akhirnya terseleksi ke dalam model
regresi. Dua rasio keuangan
tersebut disajikan dalam Tabel 5.
Tabel
5
Rasio-Rasio
Keuangan yang Terseleksi untuk Periode Prediksi Perubahan Laba
Tiga
Tahun yang Akan Datang
Multiple R |
0,46 |
Standard Error: |
68,831 |
R Square |
0,21 |
F - Value |
6,222 |
Adjusted R Square |
0,18 |
Signif F |
0,004 |
Variables |
|
|
Signif t |
IWC QATA (Constant)
|
-21,97 -42,96 -6,82
|
-3,527 -2,154 -0,659
|
0,001 0,036 0,513
|
Besarnya
R Square menunjukkan kemampuan penjajagan data (goodness of fit) yang
relatif rendah, yaitu hanya 21% dari variasi perubahan laba tiga tahun yang akan
datang (terhadap nilai rata-ratanya) yang dapat dijelaskan oleh dua rasio
keuangan yang terseleksi. Hal ini
selain disebabkan oleh kemungkinan tidak dimasukkannya variabel lain yang
berpengaruh (di luar 49 rasio keuangan yang telah dimasukkan) ke
dalam analisis, juga bisa disebabkan oleh perilaku rasio-rasio keuangan yang
dianalasis yang tidak lagi bisa dijajagi secara linier.
Meskipun demikian, pengujian statistik F masih menghasilkan nilai F
sebesar 6,222 dengan signifikansi pada tingkat alpha di bawah 1%.
Hal ini menunjukkan setidaknya satu dari dua rasio keuangan yang
terseleksi memiliki hubungan yang signifikan dengan perubahan laba tiga tahun
yang akan datang.
Pengujian
atas variabel yang mungkin menyebabkan multikolinieritas disajikan dalam Tabel
6. Pengujian tersebut masih
menunjukkan nilai tolerance yang lebih besar dari 0,1 dengan nilai VIF
yang lebih kecil dari 10. Ini
berarti dua rasio keuangan yang terseleksi dapat dianalisis secara individual.
Tabel
6
Hasil
Pengujian Kemungkinan Terjadinya Multikolinieritas
pada
Rasio Keuangan untuk Periode Prediksi Tiga Tahun
Variables |
Tolerance Value |
Variance Inflation Factor |
IWC |
0,641 |
1,560 |
QATA |
0,641 |
1,560 |
Berdasarkan
uji statistik t, dua rasio keuangan yang terseleksi berhubungan secara
individual dengan perubahan laba tiga tahun yang akan datang pada signifikansi
di bawah tingkat alpha 5%, yaitu Inventories to Working Capital (IWC)
pada tingkat alpha 0,1% dan Quick Assets to Total Assets (QATA) pada
tingkat alpha 3,6% (lihat Tabel 5). Hasil
pengujian ini, terlepas dari kebaikan penjajagan data (goodness of fit)
model ini yang relatif rendah, berhasil menolak hioptesis nol (null
hypothesis) ketiga penelitian ini yang berarti rasio keuangan ternyata masih
memiliki kegunaan prediktif atas perubahan laba untuk tiga tahun yang akan
datang.
Review
atas hasil-hasil pengujian hipotesis pertama, kedua, dan ketiga penelitian ini
menunjukkan bahwa model prediksi perubahan laba satu tahun, dua tahun, dan tiga
tahun yang akan datang berbeda satu sama lain (lihat Tabel 7).
Dari tabel tersebut tampak, meskipun rasio Cost of Goods Sold to
Inventories (CGSI) dan Cost of Goods Sold to Net Sales (CGSNS) bisa
digunakan sebagai prediktor perubahan laba untuk satu tahun dan dua tahun yang
akan datang, akan tetapi arah korelasi kedua rasio tersebut berlawanan untuk
masing-masing periode prediksi.
Tabel
7
Perbandingan
Model Prediksi Perubahan Laba
Satu
Tahun, Dua Tahun, dan Tiga Tahun yang Akan Datang
Variabel |
Arah Korelasi |
||
Satu Tahun |
Dua Tahun |
Tiga Tahun |
CGSI CGSNS GPNS INS IWC NSQA NSTR OPPBT PBTSE QATA WCNS WCTA
|
+ -
+ -
-
- + |
- + + -
+
|
-
-
|
Terdapat
pula kecenderungan semakin berkurangnya kemampuan penjajagan data (goodness
of fit) yang diikuti oleh penurunan jumlah rasio keuangan yang bisa
digunakan sebagai prediktor perubahan laba dengan semakin panjangnya periode
prediksi. Hal ini sebagaimana telah
disinggung sebelumnya mungkin disebabkan oleh tidak dimasukkannya variabel lain
yang berpengaruh ke dalam analisis dan/atau menunjukkan semakin berkurangnya
linieritas model prediksi seiring dengan semakin panjangnya periode prediksi.
Dengan
menghubungkan tujuh rasio keuangan prediktor perubahan laba satu tahun yang akan
datang terhadap perubahan laba dua tahun dan tiga tahun yang akan datang,
diperoleh angka-angka statistik sebagaimana disajikan dalam Tabel 8.
Dari Tabel 8 tampak bahwa kemampuan penjajagan data (goodness of fit)
model regresi juga semakin rendah dengan semakin panjangnya periode prediksi.
Pengujian statistik F dan statistik t untuk periode prediksi perubahan
laba tiga tahun yang akan datang bahkan menunjukkan tidak adanya signifikansi
hubungan antara tujuh rasio keuangan yang dimasukkan ke dalam analisis dengan
perubahan laba tiga tahun yang akan datang.
Tabel
8
Aplikasi
Model Prediksi Satu Tahun untuk Memprediksi Perubahan Laba
Dua
Tahun dan Tiga Tahun yang Akan Datang
Hasil
Analisis Varians
|
Statistik |
2 Tahun |
3 Tahun |
Statistik |
2 Tahun |
3 Tahun |
Multiple R: R Square: Adj. R Sq.: |
0,43 0,18 0,06 |
0,14 0,02 -0,14 |
Std. Error F-Value Signif F |
2,883 1,475 0,200 |
81,118 0,114 0,997 |
Analisis
Variabel Independen Individual
|
Variabel |
Dua Tahun |
Tiga Tahun |
||
t-Value |
Signif t |
t-Value |
Signif. t
|
CGSI CGSNS NSQA NSTR PBTSE WCNS WCTA (Constant)
|
0,470 2,540 -1,409 0,894 0,645 -1,147 1,240 1,226 |
0,641 0,015 0,165 0,376 0,522 0,257 0,221 0,226 |
0,299 0,283 0,114 0,215 -0,052 -0,184 0,372 -0,598 |
0,767 0,779 0,910 0,831 0,959 0,855 0,712 0,553 |
Dari sini tampak, bahwa meskipun tasio-rasio keuangan secara statistik
dapat digunakan sebagai prediktor perubahan laba, baik untuk satu tahun, dua
tahun, maupun tiga tahun yang akan datang, akan tetapi model prediksi untuk
masing-masing periode prediksi tersebut berbeda satu sama lain.
Ini berarti hipotesis nol (null hypothesis)
keempat penelitian ini juga berhasil ditolak.
Jika
angka-angka statistik sebagaimana dibahas dalam bab sebelumnya harus digunakan
sebagai dasar pengambilan kesimpulan, maka beberapa temuan penelitian ini dapat
diringkaskan sebagai berikut :
Penelitian ini menemukan bukti secara statistik bahwa tujuh rasio keuangan dapat digunakan sebagai prediktor perubahan laba satu tahun yang akan datang. Temuan ini secara umum sesuai dengan temuan beberapa penelitian sebelumnya, meskipun secara mencolok masih menunjukkan inkonsistensi rasio-rasio keuangan individual yang terseleksi ke dalam model prediksi yang dihasilkan penelitian ini dibandingkan dengan penelitian-penelitian tersebut. Hal ini mungkin disebabkan oleh perbedaan-perbedaan pada tataran prosedural dari penelitian-penelitian tersebut
Perluasan temuan
penelitian ini adalah bahwa lima rasio keuangan ternyata juga dapat digunakan
sebagai prediktor perubahan laba dua tahun yang akan datang.
Temuan ini diperoleh dengan mengulang aplikasi metode pemilihan variabel stepwise
regression untuk periode prediksi perubahan laba dua tahun yang akan datang.
Pengulangan aplikasi
metode stepwise regression untuk periode prediksi perubahan laba tiga
tahun yang akan datang juga berhasil menemukan bukti statistik bahwa dua rasio
keuangan memiliki kegunaan prediktif terhadap perubahan laba tiga tahun yang
akan datang, meskipun model prediksi yang dihasilkan untuk periode tiga tahun
ternyata menunjukkan angka koefisien determinasi yang relatif kecil yang
menunjukkan kemampuan penjajagan data (goodness of fit) yang relatif
rendah.
Berdasarkan
temuan-temuan tersebut di atas dapat diketahui pula adanya perbedaan model
prediksi perubahan laba untuk satu tahun, dua tahun, dan tiga tahun yang akan
datang. Selain itu, kemampuan
penjajagan data (goodness of fit) juga semakin menurun yang diikuti oleh
pengurangan jumlah rasio keuangan yang bisa digunakan sebagai prediktor
perubahan laba seiring dengan semakin panjangnya periode prediksi.
Apabila
penelitian-penelitian sejenis masih dianggap perlu untuk dilanjutkan dalam
kerangka penyusunan teori formal tentang analisis laporan keuangan, maka
beberapa implikasi dari penelitian ini adalah :
Dengan masih relatif
sedikitnya temuan-temuan empiris tentang kegunaan objektif rasio keuangan
terhadap perubahan laba termasuk pengkayaan desain penelitiannya, maka replikasi
penelitian ini dengan inovasi-inovasi sistematis perancangannya masih sangat
penting untuk dilakukan, terutama untuk mendapatkan kepastian tentang
konsistensi rasio-rasio keuangan individual yang bisa digunakan sebagai
prediktor perubahan laba.
Kecenderungan
menurunnya angka koefisien determinasi (goodness of fit) model prediksi
yang diikuti oleh berkurangnya rasio-rasio keuangan yang bisa digunakan sebagai
prediktor perubahan laba seiring dengan semakin panjangnya periode prediksi,
selain memerlukan elaborasi hipotetis tentang variabel-variabel penyebab
perubahan laba juga menuntut dilakukannya inovasi desain penelitian yang
melampaui model linier.
Salah satu
keterbatasan penelitian ini yang mendasarkan kepada time-series data
adalah tidak dimasukkannya indikator-indikator ekonomi makro dalam desain
penelitiannya. Terutama di negara
berkembang seperti Indonesia, tingkat inflasi misalnya, merupakan variabel yang
secara logis sangat berpengaruh terhadap angka-angka akuntansi sebagai data
mentah penelitian ini.
Perluasan temuan
penelitian ini, yakni adanya bukti statistik tentang kegunaan prediktif rasio
keuangan terhadap perubahan laba dua tahun (dan tiga tahun) yang akan datang
mengindikasikan fenomena yang "anomalis" menyangkut rasio Cost of
Goods Sold to Inventories (CGSI) dan Cost of Goods Sold to Net Sales (CGSNS).
Kedua rasio keuangan tersebut tampak memiliki kegunaan prediktif, baik
terhadap perubahan laba satu tahun maupun dua tahun yang akan datang, akan
tetapi dengan arah korelasi yang berlawanan antar periode prediksi.
Hasil ini dikatakan anomalis karena sulit diinterpretasikan dengan
penalaran yang logis meskipun bisa saja dijelaskan sebagai akibat dari perilaku
perubahan laba akuntansi sebagai time series data yang tidak berkorelesai
linier terhadap dua rasio keuangan tersebut seiring dengan berlalunya waktu.
Akan tetapi, hasil tersebut telah mengingatkan penulis kepada kritik yang
dilontarkan oleh Gilman (1925) sehubungan dengan kecenderungan penggunaan
angka-angka rasio keuangan (termasuk angka perubahan relatifnya) sebagai
indikator fundamental dalam praktek bisnis dan studi ekonomi (Lihat hal. 13).
Hal ini secara lebih jauh berimplikasi kepada keharusan melakukan
pengkajian-pengkajian teoritis yang lebih intensif terhadap rasio keuangan dan
fenomena-fenomena akuntansi lainnya, bahkan sampai pada tataran yang bersifat
metodologis. Kenyataannya, meskipun
aplikasi pendekatan positivistik dalam akuntansi telah dikembangkan lebih dari
dua dekade, bukankah belum terlihat kontribusi yang cukup bermakna yang telah
diberikannya, baik pada dimensi teoritis maupun terhadap praktek akuntansi yang
tengah berlangsung?
Altman,
E. I. 1968. "Financial Ratios, Discriminant Analysis, and the Prediction of
Corporate Bankruptcy." Journal of Jinance (September) :
589 - 609.
Brigham,
E. F. 1991.
Fundamentals of Financial Management.
Sixth Edition, New York: Dryden Press.
Dambolena
I. G. dan S. J. Khoury.1980. "Ratio Stability and Corporate Failure." The
Journal of Finance (September) : 1017
- 1026.
FASB.
1978. Statement of Financial
Accounting Concepts Ho. 1. Objectives
of Jinancial Reporting by Business Enterprises.
FASB.
1980. Statement of Financial Accounting Concepts No. 2, Qualitative
Characteristics of Accounting Information.
Freeman,
R. N., J. A. Ohlson, dan S. M. Penman. 1982. “Book Rate-of-Return and Prediction of Earnings Changes,”
Journal of Accounting Research (Autumn) :
639 - 653.
Friedlob,
G. T., dan F. J. Plewa, Jr. 1996.
Understanding Balance Sheet. New
York : John Willey and Sons, Inc.
Fuad
Hassan dan Koentjaraningrat. 1997.
“Beberapa Azas Metodologi Ilmiah,” Metode-Metode Penelitian
Masyarakat (Koentjaraningrat, Red.). Edisi Ketiga, Jakarta :
PT Gramedia Pustaka Utama.
Gibson,
C. H. 1982. “How Industry Perceived Financial Ratios,” Management
Accounting (April) : 13 - 19.
Griffin,
P. A. 1976. “Competitive Information in the Stock Market :
An Empirical Study on Earnings, Dividends, and Analyst Forecasts,” Journal
of Finance (May) : 631 - 650.
Helfert,
E. A. 1991.
Analisis Laporan Keuangan (terj. Herman Wibowo), Edisi
Ketujuh, Jakarta : Penerbit
Erlangga.
Hendriksen.
1982. Teori Akuntansi (terj. Marianus Sinaga). Jld. 1. Jakarta :
Penerbit Erlangga.
Houghton,
K. A. 1984. “Accounting Data and the Prediction of Business Failure :
The Setting of Prior and Age of Data.” Journal of Accounting
Research (Spring) : 361 - 368.
Lee,
J. Y. dkk. 1982. “Use Only Four Financial Ratios to Predict Failure,
Bond Ratings.” Journal of Business Forecasting (Winter) :
24 - 25.
Machfoedz,
M. 1994.
“Financial Ratios Analysis and the Earnings Changes in Indonesia,”
Kelola, No. : 114 -
137.
Mendenhall,
W., dan J. E. Reinmuth. 1982.
Statistik untuk Manajemen dan Ekonomi (terj. Drs. Sumarno
Zain, MBA dkk). Jld. 2. Jakarta
: Penerbit Erlangga.
O'Conner,
M. C. 1973. On the Usefulness of Financial Ratios to Investors in Common
Stock." The Accounting Review (April) :
339 - 352.
Ou,
J. A. 1990. The Information Content of Nonearnings Accounting Numbers as
Earnings Predictors." Journal of Accounting Research (Spring) :
392 -411.
Ou,
J. A. dan S, H. Penman. 1989. "Financial Analysis and of Stock
Return." Journal of Accounting and Economics 11:
295 - 329.
Penman,
S. H. 1992.
“Financial Statement Information of Earnings Change,”
The Accounting Review (July) :
563 - 577.
Pinches,
G. E. dkk. 1973. “The Hierarchical Classification of Financial Ratios.” Journal of Business Research (October)
:
294 - 309.
Rege,
U. P. 1984. “Accounting Ratios to Locate Take-over Target.” Journal of
Business, Finance, and Accounting (Autumn) :
301 - 311.
Sinkey,
J. F. Jr. 1975. "A Multivariate Statistical Analysis of the Characteristics
of Problem Banks." The Journal of Finance (March) :
21 - 36.
Smith,
J. M., dan K. F. Skousen. 1987.
Akuntansi Intermediate : Volume
Komprehensif (terj. Tim Penerjemah Penerbit Erlangga).
Edisi Kesembilan, Jakarta : Penerbit
Erlangga.
Supranto,
J. 1989. Statistik: Teori
dan Aplikasi. Edisi Kelima.Jld.
2. Jakarta :
Penerbit Erlangga.
Thomson,
J. B. 1991. "Predicting Bank Failure in 1980s." Economics Review (First
Quarter) : 9 - 20.
Tim
Penelitian dan Pengembangan WAHANA KOMPUTER Semarang. 1996. Panduan Lengkap
SPSS 6.0 for Windows. Yogyakarta
: Penerbit ANDI.
Whittred,
G., dan I. Zimmer. 1984. “Timeliness of Financial Reporting and Financial
Distress.” The Accounting Review (April) :287 - 295.
Zainuddin
dan J. Hartono. 1999. “Manfaat
Rasio Keuangan dalam Memprediksi Pertumbuhan Laba,”
Jurnal Riset Akuntansi
Indonesia (Januari) ; 66 - 90.
Kategori |
Rasio Keuangan |
Liquidity |
Current Assets to Current Liabilities (CACL) Cash to Current Liabilities (CCL) Quick Assets to Current Liabilities (QACL)
|
Solvency |
Current Assets to Total Liabilities (CATL) Shareholders' Equity and Long-term Liabilities to Fixed Assets (SELLFA) Shareholders' Equity and Total Liabilities to Fixed Assets (SETLFA)
|
Profitability |
Gross Profit to Net Sales (GPNS) Operating Profit to Net Sales (OPNS) Profit Before Taxes to Net Sales (PBTNS) Profit After Taxes to Net Sales (PATNS) Operating Profit to Profit Before Taxes (OPPBT)
|
Productivity |
Cost of Goods Sold to Inventories (CGSI) Cost of Goods Sold to Net Sales (CGSNS) Current Assets to Total Assets (CATA) Inventories to Net Sales (INS) Inventories to Working Capital (IWC) Net Sales to Cash (NSC) Net Sales to Trade Receivables (NSTR) Net Sales to Quick Assets (NSQA) Net Sales to Fixed Assets (NSFA) Net Sales to Total Assets (NSTA) Quick Assets to Inventories (QAI)
|
Investment Intensiveness |
Current Assets to Net Sales (CANS) Inventories to Total Assets (ITA) Quick Assets to Total Assets (QATA) Shareholders' Equity to Net Sales (SENS) Working Capital to Fixed Assets (WCFA) Working Capital to Total Assets (WCTA) Working Capital to Net Sales (WCNS)
|
Equity |
Current Liabilities to Shareholders' Equity (CLSE) Long-term Liabilities to Shareholders' Equity (LLSE) Total Liabilities to Shareholders' Equity (TLSE) Shareholders' Equity to Total Liabilities (SETL) Net Sales to Current Liabilities (NSCL) Profit After Taxes to Total Liabilities (PATTL)
|
Indebtedness |
Current Liabilities to Total Assets (CLTA) Long-term Liabilities to Total Assets (LLTA) Total Liabilities to Current Assets (TLCA) Operating Expenses to Net Sales (OENS) Operating Profit to Total Liabilities (OPTL)
|
Leverage |
Current Liabilities to Inventories (CLI) Total Liabilities to Total Assets (TLTA) Sharholders' Equity to Fixed Assets (SEFA) Shareholders' Equity to Total Assets (SETA)
|
Return on Investment |
Profit Before Taxes to Total Assets (PBTTA) Profit Before Taxes to Shareholders' Equity (PBTSE) Profit After Taxes to Fixed Assets (PATFA) Profit After Taxes to Total Assets (PATTA) Profit After Taxes to Shareholders' Equity (PATSE)
|
Kategori
Industri |
Nama
Perusahaan |
Adhesive |
Intan Wijaya Chemical Industry Kurnia Kapuas Utama Glue Indonesia
|
Aperal and Oteher Textil Products |
Concord Benefit Enterprises Indomulti Inti Industri** Sepatu Bata Super Mitory Utama Telagamas Pertiwi**
|
Automotive and Allied Products |
Astra International Gadjah Tunggal Goodyear Indonesia Intraco Penta* Lippo Industries
|
Cables |
Kabelindo Murni Supreme Cable Manufacturing Corporation Voksel Electric
|
Cement |
Semen Gresik
|
Chemical and Allied Products |
Unggul Indah Corporation
|
Consumer Goods |
Tancho Indonesia* Unilever Indonesia
|
Electronic and Office Equipment
|
Astra-Graphia Multipolar Corporation Texmaco Perkasa Engineering Trafindo Perkasa
|
Food and Beverages |
Delta Djakarta Fast Food Indonesia Indofood Sukses Makmur Miwon Indonesia Multi Bintang Indonesia Prasidha Aneka Niaga Sari Husada Sekar Laut Suba Indah Ultrajaya Milk Industry and Trading Company
|
Lumber and Wood Products
|
Barito Pacific Timber Sumalindo Lestari Jaya
|
Metal Products
|
Jaya Pari Steel* Lionmesh Prima* Lion Metal Works* Tembaga Mulia Semanan*
|
Paper and Allied Products
|
Fajar Surya Wisesa Inti Indorayon Utama Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Suparma
|
Pharma ceuticals
|
Darya-Varia Laboratoria Merck Indonesia Tempo Scan Pacific
|
Photographic Equipment
|
Inter Delta Perdana Bangun Pusaka
|
Plastics and Glass Products
|
Argha Karya Prima Industries Dynaplast Langgeng Makmur Plastic Industry Ltd. Ugahari**
|
Textils
|
Eratex Dhaya Ltd.* Great Golden Star Indorama Synthetics Roda Vivatex
|
Textil Mill Products
|
Texmaco Jaya Unitex**
|
Tobacco Products
|
BAT Indonesia
|
Other Manufacturing
|
Branta Mulia Kedaung Indah Can* Surya Toto Indonesia
|
*Sampel yang dikeluarkan dari analisis **Sampel yang dikeluarkan dari analisis untuk periode prediksi tiga tahun |
Sumber :
Indonesian Capital Market Directory tahun 1996, 1997, 1998
[Teras | Info Situs | Tentang Kita | Galeri | Curriculum Vitae | Publikasi | Katalog | Download | Kontak Kita]
Designed by Warsidi, S.E.,
Ak.
First published: August 9, 2001
Last modified:
March 26, 2002